1.. Eling-Eling Siro Manungso
Temenono anggonmu ngaji
Mumpung durung ketekanan
Malaikat juru pati
Ingat,
wahai manusia. Bersungguh-sungguh lah dalam belajar dan mengkaji ilmu
agama. Mumpung kita masih hidup, belum kedatangan malaikat maut
2.. Awak-awak wang sulono
Pitakonku marang siro Soko ngendi siro iku Menyang ngendi tujuanmu
Hai, manusia! Jawab pertanyaanku kepadamu : “Dari mana kamu hidup, dan kemana tujuan hidupmu”.
3.. Kulo gesang tanpo nyono
Kulo mboten nggadah sejo
Mung kersane Kang Kuwoso
Gesang kulo mung sak dermo
Hidup
kami tanpa disangka. Kami tidak punya kehendak. (Semuanya) hanya
kehendak Allah Yang Maha Kuasa. Kami sekedar menjalaninya.
4.. Gesang kulo sak meniko
Inggih wonten ngalam dunyo
Dunyo ngalam keramean
Isine mung apus-apusan
Hidupku saat ini di dunia yang penuh keramaian ini, hanya permainan belaka, (bukan hidup yg sebenarnya).
5.. Yen sampun dumugi mongso
Nuli sowan Kang Kuwoso
Siang dalu sinten nyono
Tekane sing njabut nyowo
Jika
sudah datang waktunya (kiamat), kami akan menghadap kepada Yang Kuasa.
Siang malam, siapa yang menyangka datangnya sang pencabut nyawa.
6.. Urip nang ndunyo ‘ra suwe
Bakal ngalih panggonane
Akhirat nggon sejatine
Mung amal becik sangune
Hidup
di dunia hanya sebentar. Kita nanti pasti pindah hidup di akhirat,
tempat kembali yang sejati. Hanya amal kebajikan sebagai bekalnya.
7.. Sowanmu nang Pengeranmu
Sopo kang dadi kancamu
Opo kang dadi gawanmu
Kang nyelametke awakmu
Sewaktu menghadap kepada Tuhanmu, siapa yang akan menemanimu? Bekal apa yang akan menyelamatkanmu?
8.. Kulo sowan nang Pengeran
Kulo miji tanpo rencang
Tanpo sanak tanpo kadang
Bondho kulo ketilaran
Kami sendirian menghadap Tuhan, tanpa ditemani kawan dan sanak saudara. Harta benda pun kami tinggalkan.
9.. Yen manungso sampun pejah
Uwal saking griyo sawah
Najan nangis anak simah
Nanging kempal boten betah
Jika
sudah mati, seseorang akan pisah dari rumah dan sawahnya. Sekalipun
anak-isteri menangisi. Padahal, kalau hidup berkumpul terus rasanya
tidak betah.
10.. Senajan berbondho-bondho
Morine mung sarung ombo
Anak bojo moro tuwo
Yen wis nguruk banjur lungo
Sekalipun
kaya raya, harta benda yang ia kenakan hanya selembar kain mori
(kafan). Sehabis penguburan, anak, isteri dan mertua pergi
meninggalkannya
11.. Yen urip tan kebeneran
Bondho kang sa’ pirang-pirang
Ditinggal dienggo rebutan
Anak podho keleleran
Jika
tak benar dalam menjalani kehidupan (tak mampu mendidik &
mengarahkan keluarganya ke jalan yang benar), bisa-bisa seluruh harta
jadi rebutan, sehingga anak-anaknya “keleleran” (hidup tanpa arah,
materialis, lupa jasa orangtua)
12.. Yen sowan kang Moho Agung
Ojo susah ojo bingung
Janji ridhone Pengeran
Udinen nganggo amalan
Jika
menghadap kepada Allah, jangan susah dan jangan bingun. Janji ridho
Allah. hendaknya kamu cari dengan amalan ibadah dan amal sholih
13.. Amal sholeh ‘ra mung siji
Dasare waton ngabekti
Nderek marang Kanjing Nabi
Muhammad Rosul ilahi
Amal
sholeh banyak macamnya, tidak hanya satu. Prinsipnya, asal kamu mau
berbakti (ibadah) demi menjalankan perintah Allah dan mengikuti jejak
Nabi Muhammad, Rasul utusan Alloh.
14.. Mbangun turut ing wong tuwo Serto becik ing tetonggo
Welaso sak podho-podho
Ojo podho saling ngino
Berusaha berbakti kepada orang tua, baik pada tetangga, berbelas kasih pada sesama dan jangan zalim (menghina)
15.. Yen ngendiko sing ati-ati
Ojo waton angger muni
Roqib ‘Atid kang nulisi
Gusti Alloh kang ngadili
Hati-hatilah berbicara, jangan asal ngomong. Sebab, Roqib ‘Atid selalu mencatatnya dan Alloh yang akan mengadili
16.. Ojo dumeh sugih bondho
Yen Pengeran paring loro
Bondho akeh tanpo guno
Doktere mung ngreko doyo
Jangan
merasa sombong dengan harta kekayaan. Bila Allah sudah menimpakan
sakit padamu, seluruh harta tak ada gunanya. Dokter sekedar berusaha
mengobati, tak bisa menyembuhkan. Karena Allah-lah Penyembuh sejati.
17.. Mulo mumpung siro sugih
Infak ojo wegah-wegih
Darmo jo ndadak ditagih
Tetulung jo pilah-pilih
Karena
itu, mumpung masih kaya, jangan malas berinfak-sodaqah, jangan menunggu
kalau ditagih, dan kalau ingin menolong jangan sampai pilih kasih
18.. Mulo mumpung siro waras
Ngibadaho kanti ikhlas
Yen leloro lagi teko
Sanakmu mung biso ndungo
Karena
itu, mumpung sehat wal afiat, beribadahlah yang ikhlas. Sebab, jika
tertimpa sakit, sanak saudaramu hanya dapat berdoa agar lekas sembuh,
(tanpa bisa membantu kekurangan ibadahmu)
19.. Mumpung siro isih gagah
Mempengo nyengkut jo wegah
Mengko siro yen wis pikun
Ojo nelongso karo getun
Mumpung
kamu masih kuat/gagah, giatlah beribadah. Jika tidak demikian, jangan
sampai merana dan menyesal sewaktu kamu sudah pikun (tua, lemah dan
loyo)
20.. Mulo konco podho elingo
Uripmu sing ngati-ati
Mung sepisan ono ndunyo
Yen wis mati ora bali
Oleh
karena itu, berhati-hatilah dalam mempergunakan kehidupan ini, wahai
kawan! Hidup di dunia ini hanya sekali. Setelah mati, tidak akan ada
hidup di dunia lagi.
21.. Gusti Alloh wus nyawisi
Islam agomo sejati
Tatanan kang anyukupi
Lahir bathin kang mumpuni
Gusti
Alloh sudah memberikan kepada kita Islam sebagai agama yang sejati,
yang berisi tata-cara kehidupan lahir-bathin secara menyeluruh.
22.. Gusti Alloh Pengeran kito
Al-Qur’an pedoman kito
Nabi Muhammad panutan kito
Umat Islam sedulur kito
Gusti Alloh Tuhan kita. Al-Qur;an pedoman hidup kita. Nabi Muham-mad tokoh panutan kita. Dan Umat Islam sebagai saudara kita.
23.. Ya Alloh kang Moho Suci
Kulo nyuwun ilmu sejati
Kangge nglakoni agami
Nyontoh dateng kanjeng Nabi
Ya Alloh, Tuhan Yang Maha Suci. Kami mohon ilmu sejati untuk menjalankan perintah agama Islam, mencontoh perilaku Rasulullah.
24.. Mugi Alloh paring ridho
Gesang kito wonten dunyo
Selamet saking beboyo
Teng akhirat mlebet swargo
Semoga Allah meridhoi kita dalam mengharungi kehidupan di dunia ini, selamat dari bala’-bencana dan di akhirat masuk surga
25.. Amin, amin, amin, amin
Ya Alloh Robbal ‘Alamin
Mugi Paduko ngabulno
Sedoyo panyuwun kulo
Amin, amin, amin, amin, Ya Alloh Robbal ‘Alamin Kiranya Engkau mengabulkan seluruh permohonan kami
Bila Dosa DiAnggap Biasa.. HilangLah Maruah, MusnahLah Wibawa
Corak hidup manusia di alam ini, dan kebahagiannya yang abadi di alam akhirat kelak sangat tergantung kepada rasa malu yang ada pada dirinya. Allah SWT yang Maha Bijaksana menciptakan rasa malu dalam diri wanita berlipat ganda lebih besar berbanding rasa malu yang dimiliki oleh lelaki. Namun sungguh malang, rasa malu pada diri wanita itu kini semakin terhakis, hingga segelintir wanita tidak lagi mempunyai rasa malu..

Tuesday, 6 June 2017
Apabila Dosa Jadi Perkara Biasa
Dosa ialah balasan buruk kerana
melakukan larangan Allah SWT. dan meninggalkan suruhan-Nya Orang yang
akil baligh yang melanggar hukum Allah digelar ‘Asi.
Apabila disebut dosa dan pahala, pasti kita semua maklum mengenainya. Sifirnya mudah, buat baik dapat pahala, buat jahat dapat dosa. Namun ada juga yang begitu skeptikal dengan dosa dan pahala, maklumlah perkara yang tidak nampak.
Atau tidak terasa apa-apa dengan dosa dan pahala disebabkan dek terlindungnya urusan tersebut dari pandangan mata manusia. Perkara sam’iyyatlah katakan. Alasan mudah, dosa dan pahala bukan manusia yang tentukan! Memang benar, dosa pahala yang natijahnya sama ada neraka atau syurga, bukan manusia penentunya.
Manusia masuk syurga bukan kerana amalannya, tetapi kerana rahmat Allah. Benar sekali. Walau bagaimanapun, dalam kehidupan pasti ada keseimbangannya. Malam ada siangnya, hidup ada matinya, syurga ada lawannya iaitu neraka. Begitulah juga ada perkara baik dan buruk yang menatijahkan pahala atau dosa.
Contoh yang mudah, api sebagaimana yang kita tahu, sifatnya adalah panas dan membakar. Namun ada pengecualiannya, seperti dalam kisah Nabi Ibrahim yang terselamat sewaktu dibakar oleh Raja Namrud. Sifat api yang panas dan membakar itu, tidak terjadi lantaran diarahkan oleh Allah s.w.t agar ia menjadi sejuk, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Anbiya ayat 69, yang bermaksud, “Perintah kami (Tuhan): Wahai api, sejuklah kamu dan selamatkan ke atas Ibrahim”. Apapun, fitrah api itu masih kekal panas dan membakar sehinggalah ke hari kiamat.
Begitulah juga dengan dosa dan pahala. Ia perkara yang jelas. Melakukan perkara yang haram dan dibenci Allah itu akan menatijahkan dosa. Melakukan perkara yang disukai Allah pula akan dihadiahi dengan pahala. Pahala membawa ke syurga, dosa membawa ke neraka.
Namun ada pengecualiannya, sebab kita milik Allah dan walaupun berdosa, Allah memberikan peluang untuk hamba-Nya bertaubat selagi nyawa belum sampai di halkum.
Sesungguhnya kehidupan manusia di atas muka bumi ini tidak akan dapat lari daripada dua perkara tersebut. Segala tindak tanduk kita di dunia ini akan memanifestasikan sama ada pahala atau dosa, sesuai dengan tujuan manusia itu dihidupkan iaitu untuk beribadah kepada PenciptaNya. “Tidak Aku jadikan jin dan manusia, melainkan untuk beribadat kepadaKu.” (Az-Zaariyat:56)
Namun demikian, kehidupan di akhir zaman ini menyaksikan nilai dosa dan pahala seolah-olah menjadi perkara yang dikesampingkan. Perkara dosa dilakukan secara berleluasa tanpa timbul perasaan takut di hati. Sebagai contoh, perbuatan mengumpat telah dimaklumi sebagai satu dosa, namun ia menjadi perkara lumrah. Begitu juga dengan fitnah, zina, rasuah dan bermacam-macam lagi.
Tidak terkecuali pergaulan bebas lelaki wanita. Setiap kali tiba tahun baru, anak-anak muda akan bebas keluar berpasang-pasangan (bukan mahram pastinya) meraikan sambutan malam tahun baru. Berpesta dari tengah malam hingga ke pagi.
Berkumpul seawal sebelum maghrib dan pulang selepas matahari terbit. Solat entah ke mana. Malah menurut pekerja-pekerja yang membersihkan kawasan-kawasan lepak anak-anak muda ini, kondom-kondom yang telah digunakan bersepah-sepah ditemui mereka sewaktu melakukan kerja pembersihan. Botol-botol minuman keras tidak ketinggalan ditemui. Yang nyata, mereka yang terlibat adalah anak-anak muda Islam.
Mengapa perkara dosa begitu senang diterima? Adakah sebab ia menjadi perkara lazim yang berlaku dalam masyarakat dan seolah-olah diterima pakai, maka ia tidak lagi dianggap sebagai dosa? Atau kita sudah lagi tidak kenal yang mana dikatakan dosa dan pahala?
Nabi Muhamad s.a.w pernah bersabda sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Nawwas bin Sam’an, “Kebaikan adalah peribadi yang terpuji, dosa adalah apa yang bergelut dalam hati sedangkan saudara tidak mahu orang lain mengetahuinya.” Manakala Wabisah bin Ma’bad pula menyatakan: Saya pernah datang bertemu dengan Rasulullah.
Kemudian Baginda bertanya kepada saya, “Saudara datang ini, hendak bertanya tentang kebaikankah?” Saya menjawab, “Benar”. Lantas baginda berkata, “Tanyalah hati saudara. Sebenarnya kebaikan itu adalah perkara yang apabila saudara melakukannya, jiwa dan hati saudara akan berasa tenang. Walaupun saudara bertanya berkenaan hal itu kepada orang lain dan mereka memberikan pendapat yang berbeza dengan perkara yang saudara rasakan itu.
Manakala kejahatan dan dosa itu pula adalah perkara yang apabila saudara lakukan, jiwa saudara tidak tenang dan saudara berasa teragak-agak dan risau di dalam hati. Walaupun saudara bertanya berkenaan hal itu kepada orang lain dan mereka memberikan pendapat yang berbeza dengan apa yang saudara rasakan itu.”
Amatlah malang, kalau kita tidak dapat lagi merasakan getaran kerisauan dalam hati sebagaimana yang dinyatakan oleh baginda s.a.w kerana ia adalah petanda bahawa jiwa kita sebenarnya sudah mati. Titik-titik hitam telah menguasai hati sehingga ia tidak lagi berfungsi dengan baik. Justeru bagaimanakah empunya diri mahu bertanya kepada hati yang menjadi penggerak sama ada ke arah kebaikan atau kejahatan, jika hati sudah tidak lagi boleh memberi penilaian kudusnya.
“Setiap anak Adam berbuat kesalahan dan sebaik-baik orang bersalah adalah orang yang bertaubat.” (Hadith riwayat Imam Tirmidzi)
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang banyak dosa, tapi banyak bertaubat.”(Hadith riwayat Imam Ahmad
Benar sekali tinta alim ulama, jika dosa itu berbau , nescaya kita tak mampu keluar rumah kerana malu busuk tubuh dikesani orang kerana dosa-dosa.. ALhamdulillah Allah telah menutup aib dan dosa hambaNya didunia.. Fikir-fikir dalam diri…
Apabila disebut dosa dan pahala, pasti kita semua maklum mengenainya. Sifirnya mudah, buat baik dapat pahala, buat jahat dapat dosa. Namun ada juga yang begitu skeptikal dengan dosa dan pahala, maklumlah perkara yang tidak nampak.
Atau tidak terasa apa-apa dengan dosa dan pahala disebabkan dek terlindungnya urusan tersebut dari pandangan mata manusia. Perkara sam’iyyatlah katakan. Alasan mudah, dosa dan pahala bukan manusia yang tentukan! Memang benar, dosa pahala yang natijahnya sama ada neraka atau syurga, bukan manusia penentunya.
Manusia masuk syurga bukan kerana amalannya, tetapi kerana rahmat Allah. Benar sekali. Walau bagaimanapun, dalam kehidupan pasti ada keseimbangannya. Malam ada siangnya, hidup ada matinya, syurga ada lawannya iaitu neraka. Begitulah juga ada perkara baik dan buruk yang menatijahkan pahala atau dosa.
Contoh yang mudah, api sebagaimana yang kita tahu, sifatnya adalah panas dan membakar. Namun ada pengecualiannya, seperti dalam kisah Nabi Ibrahim yang terselamat sewaktu dibakar oleh Raja Namrud. Sifat api yang panas dan membakar itu, tidak terjadi lantaran diarahkan oleh Allah s.w.t agar ia menjadi sejuk, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Anbiya ayat 69, yang bermaksud, “Perintah kami (Tuhan): Wahai api, sejuklah kamu dan selamatkan ke atas Ibrahim”. Apapun, fitrah api itu masih kekal panas dan membakar sehinggalah ke hari kiamat.
Begitulah juga dengan dosa dan pahala. Ia perkara yang jelas. Melakukan perkara yang haram dan dibenci Allah itu akan menatijahkan dosa. Melakukan perkara yang disukai Allah pula akan dihadiahi dengan pahala. Pahala membawa ke syurga, dosa membawa ke neraka.
Namun ada pengecualiannya, sebab kita milik Allah dan walaupun berdosa, Allah memberikan peluang untuk hamba-Nya bertaubat selagi nyawa belum sampai di halkum.
Sesungguhnya kehidupan manusia di atas muka bumi ini tidak akan dapat lari daripada dua perkara tersebut. Segala tindak tanduk kita di dunia ini akan memanifestasikan sama ada pahala atau dosa, sesuai dengan tujuan manusia itu dihidupkan iaitu untuk beribadah kepada PenciptaNya. “Tidak Aku jadikan jin dan manusia, melainkan untuk beribadat kepadaKu.” (Az-Zaariyat:56)
Namun demikian, kehidupan di akhir zaman ini menyaksikan nilai dosa dan pahala seolah-olah menjadi perkara yang dikesampingkan. Perkara dosa dilakukan secara berleluasa tanpa timbul perasaan takut di hati. Sebagai contoh, perbuatan mengumpat telah dimaklumi sebagai satu dosa, namun ia menjadi perkara lumrah. Begitu juga dengan fitnah, zina, rasuah dan bermacam-macam lagi.
Tidak terkecuali pergaulan bebas lelaki wanita. Setiap kali tiba tahun baru, anak-anak muda akan bebas keluar berpasang-pasangan (bukan mahram pastinya) meraikan sambutan malam tahun baru. Berpesta dari tengah malam hingga ke pagi.
Berkumpul seawal sebelum maghrib dan pulang selepas matahari terbit. Solat entah ke mana. Malah menurut pekerja-pekerja yang membersihkan kawasan-kawasan lepak anak-anak muda ini, kondom-kondom yang telah digunakan bersepah-sepah ditemui mereka sewaktu melakukan kerja pembersihan. Botol-botol minuman keras tidak ketinggalan ditemui. Yang nyata, mereka yang terlibat adalah anak-anak muda Islam.
Mengapa perkara dosa begitu senang diterima? Adakah sebab ia menjadi perkara lazim yang berlaku dalam masyarakat dan seolah-olah diterima pakai, maka ia tidak lagi dianggap sebagai dosa? Atau kita sudah lagi tidak kenal yang mana dikatakan dosa dan pahala?
Nabi Muhamad s.a.w pernah bersabda sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Nawwas bin Sam’an, “Kebaikan adalah peribadi yang terpuji, dosa adalah apa yang bergelut dalam hati sedangkan saudara tidak mahu orang lain mengetahuinya.” Manakala Wabisah bin Ma’bad pula menyatakan: Saya pernah datang bertemu dengan Rasulullah.
Kemudian Baginda bertanya kepada saya, “Saudara datang ini, hendak bertanya tentang kebaikankah?” Saya menjawab, “Benar”. Lantas baginda berkata, “Tanyalah hati saudara. Sebenarnya kebaikan itu adalah perkara yang apabila saudara melakukannya, jiwa dan hati saudara akan berasa tenang. Walaupun saudara bertanya berkenaan hal itu kepada orang lain dan mereka memberikan pendapat yang berbeza dengan perkara yang saudara rasakan itu.
Manakala kejahatan dan dosa itu pula adalah perkara yang apabila saudara lakukan, jiwa saudara tidak tenang dan saudara berasa teragak-agak dan risau di dalam hati. Walaupun saudara bertanya berkenaan hal itu kepada orang lain dan mereka memberikan pendapat yang berbeza dengan apa yang saudara rasakan itu.”
Amatlah malang, kalau kita tidak dapat lagi merasakan getaran kerisauan dalam hati sebagaimana yang dinyatakan oleh baginda s.a.w kerana ia adalah petanda bahawa jiwa kita sebenarnya sudah mati. Titik-titik hitam telah menguasai hati sehingga ia tidak lagi berfungsi dengan baik. Justeru bagaimanakah empunya diri mahu bertanya kepada hati yang menjadi penggerak sama ada ke arah kebaikan atau kejahatan, jika hati sudah tidak lagi boleh memberi penilaian kudusnya.
“Setiap anak Adam berbuat kesalahan dan sebaik-baik orang bersalah adalah orang yang bertaubat.” (Hadith riwayat Imam Tirmidzi)
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang banyak dosa, tapi banyak bertaubat.”(Hadith riwayat Imam Ahmad
Benar sekali tinta alim ulama, jika dosa itu berbau , nescaya kita tak mampu keluar rumah kerana malu busuk tubuh dikesani orang kerana dosa-dosa.. ALhamdulillah Allah telah menutup aib dan dosa hambaNya didunia.. Fikir-fikir dalam diri…
Sunday, 4 June 2017
Bercanda Atau Serius, Dusta Tetap Haram
ADAKALANYA dusta itu berupa dosa-dosa besar dan adakalanya berupa dosa-dosa kecil. Bahkan ada pula dusta yang menyebabkan seseorang menjadi kufur.
Kedustaan yang tidak membahayakan kepada muslim lainnya termasuk dosa kecil. Meskipun dosa kecil tetapi tidak boleh kita meremehkannya. Ibarat bukit yang besar ia terbentuk dari butiran-butrian debu yang mengumpul. Imam Ahmad dan Ath-Thabrani meriwayatkan hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam;
إِيَّاكُمْ وَمَحَقَّرِاتِ الذُنوبِ فَإنَّمَا مَثَلُ مُحَقَّرَاتِ الذُنُوبِ كَمَثَلِ قَوْمٍ نَزَلُوا بَطْنَ وَادٍ فَجَاءَ ذَا بِعُودٍ وَجَاءَ ذَا بِعُودٍ حَتَّى حَمَلُوا مَا أَنْضَجُوا بِهِ خُبْزَهُم وَإنَّ مُحَقِّرَاتِ الذُنُوبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ
“Jauhilah oleh kalian dosa-dosa kecil, karena perumapamaan dosa-dosa kecil itu seperti kaum yang tinggal di perut lembah. Setiap kaum membawa sepotong kayu, hingga mereka bisa memasak roti, sesungguhnya dosa-dosa yang dianggap ringan saat hukumannya ditimpakan kepada pemiliknya akan membinasakannya.”
Hadits diatas menunjukkan bahwa dosa-dosa kecil bila sudah menjadi kebiasaan akan menjadi jembatan menuju perbuatan dosa-dosa besar. Banyak orang yang berbuat dosa-dosa kecil yang ia angap sepele namun dosa-dosa kecil yang ia perbuat malah menuntunnya kepada dosa-dosa besar bahkan kepada kekufuran. Maka salah seorang ulama salaf pernah berkata;
الْمَعَاصِيْ بَرِيْدُ الْكُفْرِ كَمَا أَنَّ الحُمَى بَرِيْدُ الموْتِ
“Maksiat itu pengantar kepada kekufuran sebagaimana demam itu pengantar kepada kematian.”
Adapun dusta bila menyebabkan madharat kepada seorang muslim maka itu termasuk sebuah dosa besar, na’udzu billah! Diantara dosa besar dan dusta yang paling keji adalah dusta atas nama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, baik dalam perkara-perkara hukum maupun perkara-perkara yang tidak terkait hukum seperti nasehat, targhib (motivasi berbuat baik) maupun tarhib (ancaman untuk berbuat dosa) maka ia dihukumi dosa besar berdasar kesepakatan para ulama’. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda;
إِنَّ كَذِبًا عَليَّ لَيسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَد، فَمَنْ كَذَبَ عَليَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ » رواه الشيخان.
“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidak sama (dosanya) seeprti dusta kepada salah seorang dari kalian. Maka barangsiapa yang berdusta kepadaku, hendaklah ia menempati tempat duduknya dineraka!.” (HR. Bukhari & Muslim)
Alkohol Bikin Orang Kehilangan Rasa Humor
Dusta, baik ia diucapkan sekedar untuk bercanda atau serius hukumnya sama yaitu haram. Seseorang yang berbicara dusta agar orang lain tertawa juga dilarang oleh Rasulullah. Tentang hal ini Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda;
ولا يَصْلُحُ الكَذِبُ في جِدٍّ ولا هَزْلٍ » [رواه ابن أبي شيبة في مصنفه]
“Dusta itu tidak diperbolehkan baik dalam keadaan serius maupun bercanda.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Kitab Mushonnifnya)
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ القَوْمَ ثم يَكْذِبُ لِيُضْحِكَهُم وَيْلٌ لَهُ ووَيْلٌ لهُ
“Celakalah orang yang berbicara kepada suatu kaum lalu ia berdusta agar mereka tertawa, celakalah dia dan celakalah dia.” (HR. Ahmad)
Berdusta dengan maksud untuk ‘ngerjain’ sesama pun tidak diperbolehkan, lebih-lebih bila ditujukan kepada sesama muslim. Misalnya seseorang berkata kepada saudaranya bahwa motornya raib dicuri orang padahal dia yang menyembunyikan, atau mengatakan kepada seseorang anggota keluarganya mengalami kecelakaan padahal tidak. Ketika orang yang ‘dikerjain’ tadi panik dan menangis dia tertawa terbahak-bahak sambil mengatakan, ‘kena deh kamu, kamu kukerjai’
Di dalam musnad Ahmad, Abdurrahman bin Abu Laila menceritakan bahwa pada suatu ketika Rasulullah bersama beberapa orang sahabat dalam suatu perjalanan. Lalu tertidurlah salah seorang dari mereka. Kemudian salah seorang dari para sahabat itu mendekati orang yang tidur dan mengambil anak panahnya sehingga membuatnya terbangun dan kaget. Para sahabat lainnya pun tertawa. Melihat hal itu, Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda;
لا يحلُّ لمسلمٍ أنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim lainnya.” (HR. Ahmad)
Maka kedustaan dengan segala bentuknya adalah perbuatan dosa baik dilakukan dalam keadaan bersenda gurau maupun serius. Dan meskipun dusta itu untuk membuat orang-orang senang dan tertawa juga tetap berdosa. Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam juga bercanda, namun candaan beliau tidak keluar dari koridor kebenaran. Beliau Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda;
إِنِّي لأَمْزحُ وَلا أَقُولُ إلا حَقّا
“Sesungguhnya aku juga bercanda, tapi aku tidak berkata kecuali yang benar.” (HR. Thabrani)
Maka hendaknya kita berusaha menjauhi sifat dan perilaku dusta, karena dusta menunjukkan tabiat buruk seseorang. Betapa banyak perbuatan dusta yang dianggap biasa oleh banyak orang. Semoga kita menjadi orang-orang yang bertaqwa kepada Allah dan menjadi orang-orang yang jujur..
Kedustaan yang tidak membahayakan kepada muslim lainnya termasuk dosa kecil. Meskipun dosa kecil tetapi tidak boleh kita meremehkannya. Ibarat bukit yang besar ia terbentuk dari butiran-butrian debu yang mengumpul. Imam Ahmad dan Ath-Thabrani meriwayatkan hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam;
إِيَّاكُمْ وَمَحَقَّرِاتِ الذُنوبِ فَإنَّمَا مَثَلُ مُحَقَّرَاتِ الذُنُوبِ كَمَثَلِ قَوْمٍ نَزَلُوا بَطْنَ وَادٍ فَجَاءَ ذَا بِعُودٍ وَجَاءَ ذَا بِعُودٍ حَتَّى حَمَلُوا مَا أَنْضَجُوا بِهِ خُبْزَهُم وَإنَّ مُحَقِّرَاتِ الذُنُوبِ مَتَى يُؤْخَذْ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ
“Jauhilah oleh kalian dosa-dosa kecil, karena perumapamaan dosa-dosa kecil itu seperti kaum yang tinggal di perut lembah. Setiap kaum membawa sepotong kayu, hingga mereka bisa memasak roti, sesungguhnya dosa-dosa yang dianggap ringan saat hukumannya ditimpakan kepada pemiliknya akan membinasakannya.”
Hadits diatas menunjukkan bahwa dosa-dosa kecil bila sudah menjadi kebiasaan akan menjadi jembatan menuju perbuatan dosa-dosa besar. Banyak orang yang berbuat dosa-dosa kecil yang ia angap sepele namun dosa-dosa kecil yang ia perbuat malah menuntunnya kepada dosa-dosa besar bahkan kepada kekufuran. Maka salah seorang ulama salaf pernah berkata;
الْمَعَاصِيْ بَرِيْدُ الْكُفْرِ كَمَا أَنَّ الحُمَى بَرِيْدُ الموْتِ
“Maksiat itu pengantar kepada kekufuran sebagaimana demam itu pengantar kepada kematian.”
Adapun dusta bila menyebabkan madharat kepada seorang muslim maka itu termasuk sebuah dosa besar, na’udzu billah! Diantara dosa besar dan dusta yang paling keji adalah dusta atas nama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, baik dalam perkara-perkara hukum maupun perkara-perkara yang tidak terkait hukum seperti nasehat, targhib (motivasi berbuat baik) maupun tarhib (ancaman untuk berbuat dosa) maka ia dihukumi dosa besar berdasar kesepakatan para ulama’. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda;
إِنَّ كَذِبًا عَليَّ لَيسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَد، فَمَنْ كَذَبَ عَليَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ » رواه الشيخان.
“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidak sama (dosanya) seeprti dusta kepada salah seorang dari kalian. Maka barangsiapa yang berdusta kepadaku, hendaklah ia menempati tempat duduknya dineraka!.” (HR. Bukhari & Muslim)
Alkohol Bikin Orang Kehilangan Rasa Humor
Dusta, baik ia diucapkan sekedar untuk bercanda atau serius hukumnya sama yaitu haram. Seseorang yang berbicara dusta agar orang lain tertawa juga dilarang oleh Rasulullah. Tentang hal ini Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda;
ولا يَصْلُحُ الكَذِبُ في جِدٍّ ولا هَزْلٍ » [رواه ابن أبي شيبة في مصنفه]
“Dusta itu tidak diperbolehkan baik dalam keadaan serius maupun bercanda.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Kitab Mushonnifnya)
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ القَوْمَ ثم يَكْذِبُ لِيُضْحِكَهُم وَيْلٌ لَهُ ووَيْلٌ لهُ
“Celakalah orang yang berbicara kepada suatu kaum lalu ia berdusta agar mereka tertawa, celakalah dia dan celakalah dia.” (HR. Ahmad)
Berdusta dengan maksud untuk ‘ngerjain’ sesama pun tidak diperbolehkan, lebih-lebih bila ditujukan kepada sesama muslim. Misalnya seseorang berkata kepada saudaranya bahwa motornya raib dicuri orang padahal dia yang menyembunyikan, atau mengatakan kepada seseorang anggota keluarganya mengalami kecelakaan padahal tidak. Ketika orang yang ‘dikerjain’ tadi panik dan menangis dia tertawa terbahak-bahak sambil mengatakan, ‘kena deh kamu, kamu kukerjai’
Di dalam musnad Ahmad, Abdurrahman bin Abu Laila menceritakan bahwa pada suatu ketika Rasulullah bersama beberapa orang sahabat dalam suatu perjalanan. Lalu tertidurlah salah seorang dari mereka. Kemudian salah seorang dari para sahabat itu mendekati orang yang tidur dan mengambil anak panahnya sehingga membuatnya terbangun dan kaget. Para sahabat lainnya pun tertawa. Melihat hal itu, Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda;
لا يحلُّ لمسلمٍ أنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim lainnya.” (HR. Ahmad)
Maka kedustaan dengan segala bentuknya adalah perbuatan dosa baik dilakukan dalam keadaan bersenda gurau maupun serius. Dan meskipun dusta itu untuk membuat orang-orang senang dan tertawa juga tetap berdosa. Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam juga bercanda, namun candaan beliau tidak keluar dari koridor kebenaran. Beliau Shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda;
إِنِّي لأَمْزحُ وَلا أَقُولُ إلا حَقّا
“Sesungguhnya aku juga bercanda, tapi aku tidak berkata kecuali yang benar.” (HR. Thabrani)
Maka hendaknya kita berusaha menjauhi sifat dan perilaku dusta, karena dusta menunjukkan tabiat buruk seseorang. Betapa banyak perbuatan dusta yang dianggap biasa oleh banyak orang. Semoga kita menjadi orang-orang yang bertaqwa kepada Allah dan menjadi orang-orang yang jujur..
Dosa Dosa Yang Dianggap Biasa
1. Syirik kepada Allah
Syirik adalah menyekutukan Allah dengan sesuatu selain-Nya. Syirik merupakan dosa besar yang paling besar, kemungkaran yang paling mungkar bahkan Allah mengancam tidak akan mengampuni dosa syirik (apabila seseorang tersebut mati dalam keadaan berbuat syirik) dan akan mengampuni dosa selainnya bagi siapa yang dikehendaki, Allah berfirman:
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni segala dosa selain dari (Syirik) itu, bagi siapa yang dikendaki (Q.S. An-Nisa : 48)
Perbuatan syirik merupakan perbuatan yang diharamkan oleh Allah dan merupakan dosa yang paling besar, Rasullullah bersabda “maukah aku kabarkan kepada kalian tentang dosa besar yang paling besar (beliau mengulangnya 3x), mereka (sahabat) berkata: “Ya, wahai Rasulullah!” Beliau bersabda “menyekutukan Allah (Syirik)” (Mutafaq Alaih)
Namun sebagian kaum muslimin, membiasakan dan membudayakan serta menganggapnya sebagai ibadah, perbuatan tersebut seperti : meminta kepada ahli kubur (penghuni kuburan yang dianggap wali), bernadzar untuk selain Allah, mengharapkan berkah dari pohon, batu dan sejenisnya, meminta perlindungan kepada selain Allah Istigatsah atau berdoa kepada selain Allah , menggunakan zimat-zimat dengan anggapan bahwa zimat tersebut dapat menolak bahaya, meminta kepada dukun dan lain-lain yang semua ini telah diharamkan dalam Islam. Maka dari itu kami mewasiatkan kepada kaum muslimin agar berhati-hati terhadap perbuatan tersebut tetapi apabila kita telah terjerumus dalam perbuatan syirik maka, harus segera untuk bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya
2. Riya’ dalam ibadah
Riya adalah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia agar mereka memuji pelakunya, seperti memperindah sholat, menceritakan tentang amal-amal yang pernah dilakukannya dengan maksud agar orang yang mendengarnya memujinya.
Perbuatan riya’ adalah perbuatan yang sangat dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahkan perbuatan tersebut termasuk salah satu perbuatan syirik (syirik kecil) yang dapat menghapus semua amal kebaikan yang disertai riya’ tersebut. Allah berfirman:
“Dan apabila mereka hendak sholat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan sholat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali hanya sedikit sekali (Q.S. An-Nisa : 142).
Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan dari Abu Sa’id secara marfu’, bahwa Rasulullah rbersabda “Maukah aku beritahukan kalian tentang sesuatu yang menurutku lebih aku khawatirkan bagi kalian daripada Al-Masih Ad-Dajjal. Para Sahabat menjawab: “Ya, wahai Rasulullah, Beliau bersabda, “syirik tersembunyi (Riya), yaitu ketika sesorang berdiri melakukan sholat, dia perindah sholatnya itu karena ada orang lain yang melihatnya” (H.R. Ahmad).
Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dalam shahihnya dari Mahmud bin Labid. Ia berkata bahwa Rasulullah r keluar lalu bersabda “wahai orang-orang! Jauhilah olehmu syirik tersembunyi” Para sahabat berkata “Wahai Rasulullah! Apa syirik tersembunyi itu? Beliau bersabda “Syirik tersembunyi, yaitu ketika seseorang berdiri melalukan sholat, dia perindah sholatnya itu karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya, itulah syirik tersebunyi.
3. Thiyarah
Thiyarah adalah merasa bernasib sial atau meramal nasib baik atau buruk karena melihat burung, binatang lainnya atau apa saja. Allah berfirman:
”Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata “ini adalah karena (usaha) kami” dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang besertanya (Q.S. Al-A’raaf :131). Perbuatan tersebut oleh Nabi dianggap perbuatan syirik yang dapat mengurangi kesempurnaan tauhid dan ini merupakan dosa besar, Rasulullah bersabda “ Thiyarah adalah syirik (H.R. Ahmad, 1/389, lihat Shahihul Jami’ no. 3955).
Orang yang sudah terjerumus dalam melakukan hal tersebut diatas, hendaklah membayar kafarat sebagaimana yang dituntunkan oleh Nabir, Abdullah bin Amar berkata, Rasulullah r bersabda :
“Barangsiapa yang percaya dengan thiyarahnya sehingga ia mengurungkan hajatnya (yang hendak dilakukan) maka dia telah melakukan perbuatan syirik” mereka bertanya “wahai Rasulullah, apa kafarat (tebusan) dari padanya? “Beliau bersabda, “Hendaknya salah seorang dari mereka mengatakan, “Ya Allah tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiada kesialan kecuali kesialan dari Engkau dan tidak ada sembahan yang hak selain Engkau” (H.R. Ahmad 2/220, As-Silsilah Ash-Shahihah no. 1065).
4. Bersumpah dengan nama selain Allah
Sumpah adalah salah satu bentuk penganggungan, karenanya tidak layak diberikan melainkan hanya kepada Allah. Dalam sebuah hadits marfu’ dari ibnu Umar diriwayatkan: “Ketahuilah, sesungguhnya Allah melarang kalian bersumpah dengan nama nenek moyangmu. Barangsiapa bersumpah hendaknya ia bersumpah dengan nama Allah atau diam” (H.R. Bukhari).
Oleh karena itu tidak dibenarkan seseorang untuk bersumpah dengan nama selain nama Allah, misalnya bersumpah dengan kemuliaan Nabi, para wali, nenek moyang, demi ka’bah, dan lain-lain, semua hal tersebut adalah haram, tetapi Allah telah memberikan solusi melalui rasul-Nya, apabila seseorang terjerumus melakukan sumpah tersebut, maka membayar kafarat yaitu dengan membaca Laa Ilaaha Illallah, sebagaiman tersebut dalam hadits shahih: “Barangsiapa bersumpah, kemudian dalam sumpahnya ia berkata demi Lata dan ‘Uzza, maka hendaknya ia mengucapkan “Laa Ilaaha Illallah” (H.R. Bukhari).
5. Duduk bersama Orang-Orang Munafik atau Fasik untuk beramah tamah
Banyak diantara kaum muslimin sadar atau tidak sadar sengaja bergaul dengan sebagian orang fasik dan ahli maksiat, bahkan mungkin juga bergaul dengan orang yang menghina atau melencehkan syariat Islam (orang kafir dan munafiq). Tidak diragukan lagi, perbuatan semacam ini adalah perbuatan yang diharamkan, sebagaiman Allah berfirman:
“Dan apabila kamu melihat orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu) (Q.S. Al-An’am : 68)
6. Tidak tuma’ninah dalam sholat
Tuma’ninah adalah diam beberapa saat sehingga tenang anggota badan. Para ulama memberi batasan sekedar waktu yang diperlukan untuk membaca tasbih. Misalnya dengan tidak meluruskan punggung saat ruku’ dan sujud, tidak tegak ketika bangkit dari ruku’ dan sujud, semuanya merupakan kebiasaan yang sering dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, apabila seseorang melakukan hal tersebut maka tidak sah sholatnya, Rasulullah bersabda: “Tidak sah sholat seorang, sehingga ia meluruskan punggungnya ketika ruku’ dan sujud” (H.R. Abu Daud 1/533, lihat Shahihul Jami’ hadits no. 7224).
Rasullulah menggabarkan diantara kejahatan pencuri yang paling besar adalah mencuri dalam sholat sebagaimana sabdanya :“Sejahat-jahat pencuri adalah orang yang mencuri dalam sholatnya” mereka (Sahabat) bertanya “ bagaimana ia mencuri dari sholatnya? Beliau menjawab “tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya” (H.R. Ahmad, 5/310 dan lihat Shahihul Jami’ hadits no. 997).
Tak diragukan lagi, ini suatu kemungkaran, yang pelakunya harus dinasehati dan diperingatkan akan ancaman Allah dalam melakukan hal tersebut.
7. Mendahului Imam secara sengaja dalam sholat.
Dalam sholat berjamaah sadar atau tidak sadar, banyak orang yang mendahului imam baik dalam hal ruku’, sujud bahkan mendahului imam dalam salam, perbuatan ini dianggap remeh oleh sebagian besar umat Islam, oleh karena itu Rasulullah mengingatkan dengan ancaman yang keras sebagaimana sabdanya: “Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, akan dirubah oleh Allah kepalanya menjadi kepala keledai” (H.R. Muslim).
Para sahabat sangat berhati-hati sekali untuk tidak mendahului Nabi r. Salah seorang sahabat bernama Al-Barra’ bin Azib berkata: “Sungguh mereka (para sahabat) sholat dibelakang Nabi r, maka jika beliau turun sujud, saya tidak pernah melihat salah seorangpun yang membungkukkan punggungnya, sehingga Rasulullah meletakkan keningnya diatas tanah, lalu orang yang ada dibelakangnya bersimpuh sujud (bersamaan) (H.R. Muslim), dan ketika Rasulullah mulai uzur (lanjut usia) dan gerakannya tampak pelan, beliau tetap mengingatkan orang-orang yang sholat dibelakangnya dengan sabdanya “Wahai sekalian manusia, sungguh aku telah lanjut usia, maka janganlah kalian mendahuluiku dalam ruku’ dan sujud (H.R. Al-Baihaqi 2/93 dan dihasankan oleh al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil, 2/290)
8. Masuk masjid sehabis makan bawang merah, bawang putih atau sesuatu yang berbau tak sedap
Barangsiapa yang memakan bawang merah atau bawang putih yang mentah atau sesuatu yang mendatangkan bau yang dapat mengganggu konsentrasi orang sholat maka hendaklah jangan datang ke masjid dan diam dirumahnya itulah yang lebih baik baginya kecuali apabila telah hilang baunya. Rasulullah bersabda “Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah hendaklah ia menjauhi kami. Dalam riwayat lain disebutkan, hendaknya ia menjauhi masjid kami dan diam di rumahnya (H.R. Bukhari lihat Fathul Bari, 2/339).
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan, Suatu ketika, Umar bin Khatab berhutbah jum’at dalam khutbahnya ia berkata “…kemudian kalian wahai manusia, memakan dua pohon yang aku tidak memandangnya, kecuali dua hal yang buruk (baunya) yaitu bawang merah dan bawang putih, sungguh aku melihat Rasululah apabila mendapatkan bau keduanya dari seseorang di dalam masjid, beliau memerintahkan orang tesebut keluar ke padang luas. Karena itu, barangsiapa memakannya hendaknnya mematikan bau keduanya dengan memasaknya (H.R. Muslim, 1/396).
9. Jabat tangan dengan wanita yang bukan mahram
Pada zaman sekarang jabat tangan antara laki-laki dan perempuan hampir sudah merupakan tradisi, bahkan diangap sebagai sesuatu yang lumrah. Kalau mereka melihat dengan jernih persoalan tersebut menurut syara’ tentu mereka tidak akan melakukannya, Rasulullah bersabda “Sungguh ditusukkan kepala salah seorang dari kalian dengan jarum dari besi lebih baik baginya dari pada ia menyentuh wanita yang tidak halal” (H.R. Ath-Tabrani lihat Shahihul jami’ hadits no. 4921).
Tak diragukan lagi bahwa perbuatan semacam itu termasuk zina tangan, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah
“Kedua mata berzina, kedua tangan berzina, kedua kaki berzina dan kemaluanpun berzina” (H.R. Ahmad, 1/412, Shahihul Jami’ hadits no. 4126).
Dan adakah orang yang hatinya lebih bersih dari Rasulullah karena beliau sendiri tidak pernah menyentuh tangan wanita sebagaimana salah satu hadits dari ‘Aisyah ra dia berkata “Dan demi Allah, sungguh tangan Rasulullah tidak (pernah) menyentuh tangan perempuan sama sekali (selain mahramnya ), tetapi Beliau membai’at mereka dengan perkataan” (H.R. Muslim, 3/1489).
Syirik adalah menyekutukan Allah dengan sesuatu selain-Nya. Syirik merupakan dosa besar yang paling besar, kemungkaran yang paling mungkar bahkan Allah mengancam tidak akan mengampuni dosa syirik (apabila seseorang tersebut mati dalam keadaan berbuat syirik) dan akan mengampuni dosa selainnya bagi siapa yang dikehendaki, Allah berfirman:
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni segala dosa selain dari (Syirik) itu, bagi siapa yang dikendaki (Q.S. An-Nisa : 48)
Perbuatan syirik merupakan perbuatan yang diharamkan oleh Allah dan merupakan dosa yang paling besar, Rasullullah bersabda “maukah aku kabarkan kepada kalian tentang dosa besar yang paling besar (beliau mengulangnya 3x), mereka (sahabat) berkata: “Ya, wahai Rasulullah!” Beliau bersabda “menyekutukan Allah (Syirik)” (Mutafaq Alaih)
Namun sebagian kaum muslimin, membiasakan dan membudayakan serta menganggapnya sebagai ibadah, perbuatan tersebut seperti : meminta kepada ahli kubur (penghuni kuburan yang dianggap wali), bernadzar untuk selain Allah, mengharapkan berkah dari pohon, batu dan sejenisnya, meminta perlindungan kepada selain Allah Istigatsah atau berdoa kepada selain Allah , menggunakan zimat-zimat dengan anggapan bahwa zimat tersebut dapat menolak bahaya, meminta kepada dukun dan lain-lain yang semua ini telah diharamkan dalam Islam. Maka dari itu kami mewasiatkan kepada kaum muslimin agar berhati-hati terhadap perbuatan tersebut tetapi apabila kita telah terjerumus dalam perbuatan syirik maka, harus segera untuk bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya
2. Riya’ dalam ibadah
Riya adalah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia agar mereka memuji pelakunya, seperti memperindah sholat, menceritakan tentang amal-amal yang pernah dilakukannya dengan maksud agar orang yang mendengarnya memujinya.
Perbuatan riya’ adalah perbuatan yang sangat dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahkan perbuatan tersebut termasuk salah satu perbuatan syirik (syirik kecil) yang dapat menghapus semua amal kebaikan yang disertai riya’ tersebut. Allah berfirman:
“Dan apabila mereka hendak sholat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan sholat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali hanya sedikit sekali (Q.S. An-Nisa : 142).
Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan dari Abu Sa’id secara marfu’, bahwa Rasulullah rbersabda “Maukah aku beritahukan kalian tentang sesuatu yang menurutku lebih aku khawatirkan bagi kalian daripada Al-Masih Ad-Dajjal. Para Sahabat menjawab: “Ya, wahai Rasulullah, Beliau bersabda, “syirik tersembunyi (Riya), yaitu ketika sesorang berdiri melakukan sholat, dia perindah sholatnya itu karena ada orang lain yang melihatnya” (H.R. Ahmad).
Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dalam shahihnya dari Mahmud bin Labid. Ia berkata bahwa Rasulullah r keluar lalu bersabda “wahai orang-orang! Jauhilah olehmu syirik tersembunyi” Para sahabat berkata “Wahai Rasulullah! Apa syirik tersembunyi itu? Beliau bersabda “Syirik tersembunyi, yaitu ketika seseorang berdiri melalukan sholat, dia perindah sholatnya itu karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya, itulah syirik tersebunyi.
3. Thiyarah
Thiyarah adalah merasa bernasib sial atau meramal nasib baik atau buruk karena melihat burung, binatang lainnya atau apa saja. Allah berfirman:
”Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata “ini adalah karena (usaha) kami” dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang besertanya (Q.S. Al-A’raaf :131). Perbuatan tersebut oleh Nabi dianggap perbuatan syirik yang dapat mengurangi kesempurnaan tauhid dan ini merupakan dosa besar, Rasulullah bersabda “ Thiyarah adalah syirik (H.R. Ahmad, 1/389, lihat Shahihul Jami’ no. 3955).
Orang yang sudah terjerumus dalam melakukan hal tersebut diatas, hendaklah membayar kafarat sebagaimana yang dituntunkan oleh Nabir, Abdullah bin Amar berkata, Rasulullah r bersabda :
“Barangsiapa yang percaya dengan thiyarahnya sehingga ia mengurungkan hajatnya (yang hendak dilakukan) maka dia telah melakukan perbuatan syirik” mereka bertanya “wahai Rasulullah, apa kafarat (tebusan) dari padanya? “Beliau bersabda, “Hendaknya salah seorang dari mereka mengatakan, “Ya Allah tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiada kesialan kecuali kesialan dari Engkau dan tidak ada sembahan yang hak selain Engkau” (H.R. Ahmad 2/220, As-Silsilah Ash-Shahihah no. 1065).
4. Bersumpah dengan nama selain Allah
Sumpah adalah salah satu bentuk penganggungan, karenanya tidak layak diberikan melainkan hanya kepada Allah. Dalam sebuah hadits marfu’ dari ibnu Umar diriwayatkan: “Ketahuilah, sesungguhnya Allah melarang kalian bersumpah dengan nama nenek moyangmu. Barangsiapa bersumpah hendaknya ia bersumpah dengan nama Allah atau diam” (H.R. Bukhari).
Oleh karena itu tidak dibenarkan seseorang untuk bersumpah dengan nama selain nama Allah, misalnya bersumpah dengan kemuliaan Nabi, para wali, nenek moyang, demi ka’bah, dan lain-lain, semua hal tersebut adalah haram, tetapi Allah telah memberikan solusi melalui rasul-Nya, apabila seseorang terjerumus melakukan sumpah tersebut, maka membayar kafarat yaitu dengan membaca Laa Ilaaha Illallah, sebagaiman tersebut dalam hadits shahih: “Barangsiapa bersumpah, kemudian dalam sumpahnya ia berkata demi Lata dan ‘Uzza, maka hendaknya ia mengucapkan “Laa Ilaaha Illallah” (H.R. Bukhari).
5. Duduk bersama Orang-Orang Munafik atau Fasik untuk beramah tamah
Banyak diantara kaum muslimin sadar atau tidak sadar sengaja bergaul dengan sebagian orang fasik dan ahli maksiat, bahkan mungkin juga bergaul dengan orang yang menghina atau melencehkan syariat Islam (orang kafir dan munafiq). Tidak diragukan lagi, perbuatan semacam ini adalah perbuatan yang diharamkan, sebagaiman Allah berfirman:
“Dan apabila kamu melihat orang-orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu) (Q.S. Al-An’am : 68)
6. Tidak tuma’ninah dalam sholat
Tuma’ninah adalah diam beberapa saat sehingga tenang anggota badan. Para ulama memberi batasan sekedar waktu yang diperlukan untuk membaca tasbih. Misalnya dengan tidak meluruskan punggung saat ruku’ dan sujud, tidak tegak ketika bangkit dari ruku’ dan sujud, semuanya merupakan kebiasaan yang sering dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, apabila seseorang melakukan hal tersebut maka tidak sah sholatnya, Rasulullah bersabda: “Tidak sah sholat seorang, sehingga ia meluruskan punggungnya ketika ruku’ dan sujud” (H.R. Abu Daud 1/533, lihat Shahihul Jami’ hadits no. 7224).
Rasullulah menggabarkan diantara kejahatan pencuri yang paling besar adalah mencuri dalam sholat sebagaimana sabdanya :“Sejahat-jahat pencuri adalah orang yang mencuri dalam sholatnya” mereka (Sahabat) bertanya “ bagaimana ia mencuri dari sholatnya? Beliau menjawab “tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya” (H.R. Ahmad, 5/310 dan lihat Shahihul Jami’ hadits no. 997).
Tak diragukan lagi, ini suatu kemungkaran, yang pelakunya harus dinasehati dan diperingatkan akan ancaman Allah dalam melakukan hal tersebut.
7. Mendahului Imam secara sengaja dalam sholat.
Dalam sholat berjamaah sadar atau tidak sadar, banyak orang yang mendahului imam baik dalam hal ruku’, sujud bahkan mendahului imam dalam salam, perbuatan ini dianggap remeh oleh sebagian besar umat Islam, oleh karena itu Rasulullah mengingatkan dengan ancaman yang keras sebagaimana sabdanya: “Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, akan dirubah oleh Allah kepalanya menjadi kepala keledai” (H.R. Muslim).
Para sahabat sangat berhati-hati sekali untuk tidak mendahului Nabi r. Salah seorang sahabat bernama Al-Barra’ bin Azib berkata: “Sungguh mereka (para sahabat) sholat dibelakang Nabi r, maka jika beliau turun sujud, saya tidak pernah melihat salah seorangpun yang membungkukkan punggungnya, sehingga Rasulullah meletakkan keningnya diatas tanah, lalu orang yang ada dibelakangnya bersimpuh sujud (bersamaan) (H.R. Muslim), dan ketika Rasulullah mulai uzur (lanjut usia) dan gerakannya tampak pelan, beliau tetap mengingatkan orang-orang yang sholat dibelakangnya dengan sabdanya “Wahai sekalian manusia, sungguh aku telah lanjut usia, maka janganlah kalian mendahuluiku dalam ruku’ dan sujud (H.R. Al-Baihaqi 2/93 dan dihasankan oleh al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil, 2/290)
8. Masuk masjid sehabis makan bawang merah, bawang putih atau sesuatu yang berbau tak sedap
Barangsiapa yang memakan bawang merah atau bawang putih yang mentah atau sesuatu yang mendatangkan bau yang dapat mengganggu konsentrasi orang sholat maka hendaklah jangan datang ke masjid dan diam dirumahnya itulah yang lebih baik baginya kecuali apabila telah hilang baunya. Rasulullah bersabda “Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah hendaklah ia menjauhi kami. Dalam riwayat lain disebutkan, hendaknya ia menjauhi masjid kami dan diam di rumahnya (H.R. Bukhari lihat Fathul Bari, 2/339).
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan, Suatu ketika, Umar bin Khatab berhutbah jum’at dalam khutbahnya ia berkata “…kemudian kalian wahai manusia, memakan dua pohon yang aku tidak memandangnya, kecuali dua hal yang buruk (baunya) yaitu bawang merah dan bawang putih, sungguh aku melihat Rasululah apabila mendapatkan bau keduanya dari seseorang di dalam masjid, beliau memerintahkan orang tesebut keluar ke padang luas. Karena itu, barangsiapa memakannya hendaknnya mematikan bau keduanya dengan memasaknya (H.R. Muslim, 1/396).
9. Jabat tangan dengan wanita yang bukan mahram
Pada zaman sekarang jabat tangan antara laki-laki dan perempuan hampir sudah merupakan tradisi, bahkan diangap sebagai sesuatu yang lumrah. Kalau mereka melihat dengan jernih persoalan tersebut menurut syara’ tentu mereka tidak akan melakukannya, Rasulullah bersabda “Sungguh ditusukkan kepala salah seorang dari kalian dengan jarum dari besi lebih baik baginya dari pada ia menyentuh wanita yang tidak halal” (H.R. Ath-Tabrani lihat Shahihul jami’ hadits no. 4921).
Tak diragukan lagi bahwa perbuatan semacam itu termasuk zina tangan, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah
“Kedua mata berzina, kedua tangan berzina, kedua kaki berzina dan kemaluanpun berzina” (H.R. Ahmad, 1/412, Shahihul Jami’ hadits no. 4126).
Dan adakah orang yang hatinya lebih bersih dari Rasulullah karena beliau sendiri tidak pernah menyentuh tangan wanita sebagaimana salah satu hadits dari ‘Aisyah ra dia berkata “Dan demi Allah, sungguh tangan Rasulullah tidak (pernah) menyentuh tangan perempuan sama sekali (selain mahramnya ), tetapi Beliau membai’at mereka dengan perkataan” (H.R. Muslim, 3/1489).
Dua Dosa yang Tetap Mengalir Meski Sudah Meninggal
Sebagian manusia bisa dengan mudah melakukan perbuatan dosa dalam kehidupan sehari-hari. Karena seringnya dilakukan, tindakan tersebut terkadang dianggap biasa sehingga tidak terasa seperti dosa. Padahal dosa bukanlah perkara main-main.
Balasannya mutlak neraka yang sudah disiapkan Allah SWT bagi hamba-Nya yang ingkar. Ternyata, setelah meninggal tanggungjawab terhadap dosa maksiat yang pernah dilakukan tidak terputus begitu saja.
Selama perbuatan maksiat tersebut masih berdampak dan berpengaruh kepada orang lain, maka dosanya akan tetap mengalir kepada pelakunya meski Ia sudah meninggal. Apa saja dosa-dosa tersebut? Berikut ulasannya.
Jika biasanya kita mengenal amal jariyah yang pahalanya mengalir meski sudah meninggal, maka ada juga dosa jariyah yang di janjikan Allah SWT akan diterima manusia. Saat sudah meninggal, seseorang akan tetap mendapatkan dosa karena perbuatannya semasa di dunia masih berpengaruh buruk terhadap orang lain.
Padahal di alam barzah manusia sangat membutuhkan limpahan pahala sebagai pertolongan mereka menunggu hari kiamat. Namun karena dosa jariyah ini mereka justru harus menanggung dosa-dosa yang dilakukan orang lain, akibat pengaruh atas tindakan maksiat yang pernah Ia lakukan semasa hidup.
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)
Lantas apa saja dosa yang akan terus mengalir ini?
1. Menjadi Pelopor Maksiat
Pelopor merupakan orang yang pertama melakukan suatu tindakan sehingga yang lain turut mengikuti. Pengikutnya bersedia meniru baik dengan paksaan maupun tanpa diminta sama sekali. Kondisi ini akan sangat bagus jika menjadi pelopor untuk tujuan yang baik. Namun bagaimana jika menjadi pelopor maksiat?
Dalam hadis dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : "Siapa yang mempelopori satu kebiasaan yang buruk dalam islam, maka dia mendapatkan dosa keburukan itu, dan dosa setiap orang yang melakukan keburukan itu karena ulahnya, tanpa dikurangi sedikitpun dosa mereka.” (HR. Muslim).
Orang yang menjadi pelopor ini sama sekali tidak mengajak orang di lingkungannya untuk berbuat maksiat serupa. Ia juga tidak memberikan motivasi kepada orang lain untuk mengikutinya. Namun karena perbuatannya ini Ia berhasil menginsipirasi orang lain melakukan maksiat serupa.
Itulah mengapa anak Nabi Adam, Qabil, yang menjadi orang pertama yang membunuh manusia harus bertangungjawab atas semua kasus pembunuhan di alam ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada satu jiwa yang terbunuh secara dzalim, melainkan anak adam yang pertama kali membunuh akan mendapatkan dosa karena pertumpahan darah itu.” (HR. Bukhari 3157, Muslim 4473 dan yang lainnya).
Tidak bisa dibayangkan, bagaimana dosa yang akan ditanggung pelopor dan pendesign rok mini, baju you can see, penyebar video porno dan masih banyak tindak maksiat lainnya. Sebagai pelopor dosa mereka akan terus mengalir hingga hari kiamat kelak.
2. Mengajak Orang lain Melakukan Kesesatan dan Maksiat
Berbeda dengan pelopor yang hanya menginspirasi orang lain, orang yang satu ini dengan nyata mengajak orang lain untuk melakukan kesesatan dan tindakan maksiat. Merekalah merupakan juru dakwah kesesatan, atau mereka yang mempropagandakan kemaksiatan.
Dalam Alquran Allah SWT menceritakan bagaimana orang kafir kelak akan menerima dosa dari kekufurannya. Belum lagi dengan dosa-dosa orang-orang yang juga mereka sesatkan.
“Mereka akan memikul dosa-dosanya dengan penuh pada hari kiamat, dan berikut dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan).”(QS. an-Nahl: 25)
Ayat ini memiliki makna yang sama dengan hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Siapa yang mengajak kepada kesesatan, dia mendapatkan dosa, seperti dosa orang yang mengikutinya, tidak dikurangi sedikitpun.” (HR. Ahmad 9398, Muslim 6980, dan yang lainnya).
Contoh mudah terkait hadist ini adalah orang-orang yang menjadi propaganda kesesatan, mereka menyebarkan pemikiran-pemikiran yang menyimpang, mengajak masyarakat untuk berbuat kesyirikan dan bid’ah.
Merekalah para pemilik dosa jariyah, lantas bagaimana dosa mereka? Selama masih ada manusia yang mengikuti apa yang mereka serukan, maka selama itu pula orang ini turut mendapatkan limpahan dosa, sekalipun dia sudah dikubur tanah.
Termasuk juga mereka yang mengiklankan maksiat, memotivasi orang lain untuk berbuat dosa, sekalipun dia sendiri tidak melakukannya, namun dia tetap mendapatkan dosa dari setiap orang yang mengikutinya.
Semoga kita lebih berhati-hati dalam bertindak, dan lebih banyak melakukan amal shaleh dibanding dosa-dosa maksiat. Karena hidup tidak hanya semata di dunia lalu selesai ketika sudah meninggal. Namun perjalanan masih panjang untuk menuju kehidupan yang kekal.
Balasannya mutlak neraka yang sudah disiapkan Allah SWT bagi hamba-Nya yang ingkar. Ternyata, setelah meninggal tanggungjawab terhadap dosa maksiat yang pernah dilakukan tidak terputus begitu saja.
Selama perbuatan maksiat tersebut masih berdampak dan berpengaruh kepada orang lain, maka dosanya akan tetap mengalir kepada pelakunya meski Ia sudah meninggal. Apa saja dosa-dosa tersebut? Berikut ulasannya.
Jika biasanya kita mengenal amal jariyah yang pahalanya mengalir meski sudah meninggal, maka ada juga dosa jariyah yang di janjikan Allah SWT akan diterima manusia. Saat sudah meninggal, seseorang akan tetap mendapatkan dosa karena perbuatannya semasa di dunia masih berpengaruh buruk terhadap orang lain.
Padahal di alam barzah manusia sangat membutuhkan limpahan pahala sebagai pertolongan mereka menunggu hari kiamat. Namun karena dosa jariyah ini mereka justru harus menanggung dosa-dosa yang dilakukan orang lain, akibat pengaruh atas tindakan maksiat yang pernah Ia lakukan semasa hidup.
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)
Lantas apa saja dosa yang akan terus mengalir ini?
1. Menjadi Pelopor Maksiat
Pelopor merupakan orang yang pertama melakukan suatu tindakan sehingga yang lain turut mengikuti. Pengikutnya bersedia meniru baik dengan paksaan maupun tanpa diminta sama sekali. Kondisi ini akan sangat bagus jika menjadi pelopor untuk tujuan yang baik. Namun bagaimana jika menjadi pelopor maksiat?
Dalam hadis dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : "Siapa yang mempelopori satu kebiasaan yang buruk dalam islam, maka dia mendapatkan dosa keburukan itu, dan dosa setiap orang yang melakukan keburukan itu karena ulahnya, tanpa dikurangi sedikitpun dosa mereka.” (HR. Muslim).
Orang yang menjadi pelopor ini sama sekali tidak mengajak orang di lingkungannya untuk berbuat maksiat serupa. Ia juga tidak memberikan motivasi kepada orang lain untuk mengikutinya. Namun karena perbuatannya ini Ia berhasil menginsipirasi orang lain melakukan maksiat serupa.
Itulah mengapa anak Nabi Adam, Qabil, yang menjadi orang pertama yang membunuh manusia harus bertangungjawab atas semua kasus pembunuhan di alam ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada satu jiwa yang terbunuh secara dzalim, melainkan anak adam yang pertama kali membunuh akan mendapatkan dosa karena pertumpahan darah itu.” (HR. Bukhari 3157, Muslim 4473 dan yang lainnya).
Tidak bisa dibayangkan, bagaimana dosa yang akan ditanggung pelopor dan pendesign rok mini, baju you can see, penyebar video porno dan masih banyak tindak maksiat lainnya. Sebagai pelopor dosa mereka akan terus mengalir hingga hari kiamat kelak.
2. Mengajak Orang lain Melakukan Kesesatan dan Maksiat
Berbeda dengan pelopor yang hanya menginspirasi orang lain, orang yang satu ini dengan nyata mengajak orang lain untuk melakukan kesesatan dan tindakan maksiat. Merekalah merupakan juru dakwah kesesatan, atau mereka yang mempropagandakan kemaksiatan.
Dalam Alquran Allah SWT menceritakan bagaimana orang kafir kelak akan menerima dosa dari kekufurannya. Belum lagi dengan dosa-dosa orang-orang yang juga mereka sesatkan.
“Mereka akan memikul dosa-dosanya dengan penuh pada hari kiamat, dan berikut dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan).”(QS. an-Nahl: 25)
Ayat ini memiliki makna yang sama dengan hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Siapa yang mengajak kepada kesesatan, dia mendapatkan dosa, seperti dosa orang yang mengikutinya, tidak dikurangi sedikitpun.” (HR. Ahmad 9398, Muslim 6980, dan yang lainnya).
Contoh mudah terkait hadist ini adalah orang-orang yang menjadi propaganda kesesatan, mereka menyebarkan pemikiran-pemikiran yang menyimpang, mengajak masyarakat untuk berbuat kesyirikan dan bid’ah.
Merekalah para pemilik dosa jariyah, lantas bagaimana dosa mereka? Selama masih ada manusia yang mengikuti apa yang mereka serukan, maka selama itu pula orang ini turut mendapatkan limpahan dosa, sekalipun dia sudah dikubur tanah.
Termasuk juga mereka yang mengiklankan maksiat, memotivasi orang lain untuk berbuat dosa, sekalipun dia sendiri tidak melakukannya, namun dia tetap mendapatkan dosa dari setiap orang yang mengikutinya.
Semoga kita lebih berhati-hati dalam bertindak, dan lebih banyak melakukan amal shaleh dibanding dosa-dosa maksiat. Karena hidup tidak hanya semata di dunia lalu selesai ketika sudah meninggal. Namun perjalanan masih panjang untuk menuju kehidupan yang kekal.
Saat Dosa Dianggap Biasa
Seorang anak di Madinah membuat ibunya kerap gelisah. Sang anak terus saja memohon kepada Allah dengan sungguh-sungguh. Sang anak terus bermunajat kepada Rabb-Nya, hingga ratapannya terdengar begitu keras saat orang-orang lelap dalam tidurnya.
Sang ibu bertanya-tanya, apakah yang sedang terjadi pada anaknya? Kemudian, ia memanggil sang anak dan bertanya padanya. "Ada apakah denganmu? Apakah engkau melakukan sesuatu yang menyebabkan Allah murka?" tanyanya.
Sang anak menjawab, "Benar ibu, aku telah membunuh satu jiwa." Demi mendengar pengakuan anaknya, sang ibu terperanjat hebat. "Siapakah orang itu wahai anakku? apakah kita bisa meminta maaf kepada keluarganya? Demi Allah, jika mereka tahu bagaimana engkau meratapinya setiap hari pasti mereka mengasihimu."
Dengan tenang dan lembut, sang anak berkata, "Ibu, janganlah engkau bilang kepada siapa pun. Sesungguhnya, aku telah membunuh jiwaku sendiri. Aku telah membunuhnya dengan berbagai dosa."
Anak muda ini kelak akan menjadi bintang gemintang dari generasi tabiin. Ia adalah murid yang paling utama dari Abdullah bin Mas'ud RA. Namanya, Ar-Rabi bin Khutsaim. Ia digelari ahli zuhud yang pendiam dan berilmu.
Petikan kisah dalam Ashrut Tabi'in itu seharusnya menyentak kesadaran kita. Seseorang yang masih sangat muda, sudah sangat paham bagaimana akibat perbuatan dosa yang manusia lakukan. Pada taraf tertentu jika dosa sudah mengunung tanpa kita kikis dengan tobat, mungkin ia sama saja telah membunuh jiwa kita.
Seperti orang yang sudah mati, jiwa kita tak lagi bisa merasa. Tak sanggup lagi mengenali. Mana yang baik dan manakah yang buruk. Jiwa yang mati hanya teronggok tak berdaya untuk mencerna sebuah kebaikan atau bahkan menelan mentah-mentah sebuah kebatilan.
Menumpuknya dosa perlahan membuat jiwa sakit. Jika tak kunjung menadapat obat, ia lama-kelamaan akan sekarat. Tak ada yang lagi berguna jika kemudian ia berujung kematian. Ini sebuah pengingat besar, jangan-jangan kita sudah menganggap sebuah dosa menjadi biasa.
Meninggalkan shalat seolah dianggap sebuah rutinitas, biasa saja. Membantah orang tua seperti pekerjaan harian. Tak ada sesal, mungkin justru terbersit bangga. Berbuat zina kadung dianggap tanda cinta. Alasannya, banyak yang melakukannya. Pria menyukai pria dan wanita berhasrat pada sesama dianggap gaya hidup. Seolah, memperjuangkannya adalah salah satu nilai kepahlawanan.
Kita hidup di dunia yang mulai menganggap dosa sebagai sebuah hal yang biasa. Dianggap biasa karena mungkin tidak ada lagi terminologi dosa dalam kehidupan. Semua hal yang dilakukan sudah bebas nilai. Tak boleh terkekang aturan-aturan agama. Apakah hal seperti ini yang ingin kita perjuangkan?
Apa jadinya jika manusia hidup tanpa aturan? Kerusakan akan merajalela. Bukankah ini yang memang menjadi kekhawatiran para malaikat saat makhluk lemah bernama manusia ditunjuk menjadi khalifah? Fitrah jiwa ingin berada dalam ketentraman. Bagaimana jadinya jika merampas, merampok, memperkosa dibiarkan dengan alasan bebas nilai? Tunggu saja kerusakan besar yang akan segera menyapa.
Lalu, apakah manusia benar-benar harus bebas dari dosa? Tentu saja tidak. Hanya Rasulullah SAW manusia yang terjaga dari kealpaan. Allah SWT menyiapkan ujian dan tentu saja menyiapkan ganjaran. Allah SWT juga menyiapkan mekanisme agar kita bisa mencuci segudang kealpaan yang kita lakukan di masa silam.
Mari kita simak bagaimanakah kasih sayangnya Allah terhadap hambanya yang serius ingin memperbaiki diri. Allah SWT berfirman, "Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri-diri mereka, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya, Allah mengampuni semua dosa, sesungguhnya Dialah Zat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Maka, kembalilah kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datangnya azab kemudian kalian tidak dapat lagi mendapatkan pertolongan." (QS az-Zumar [39]:53-54).
Lihatlah bagaimana Allah SWT justru mengundang orang-orang yang berbuat dosa untuk datang kepada-Nya. Allah SWT membuka pintu maaf seluas-luasnya bagi orang yang ingin kembali. Hal ini berbeda 180 derajat jika kita berbuat kesalahan kepada manusia. Bertemu dengan orang tersebut saja kita merasa malu. Tapi, apa jadinya jika kita berbuat kesalahan, tapi justru disambut dengan hangat oleh orang tersebut?
Begitulah Allah SWT memperlakukan hamba-Nya.Tak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri. Toh, setiap kita yang tampak alim sekali pun pasti tak luput dari setiap dosa-dosa yang terus mengintai. Datanglah kepada Allah dan pasti Allah akan menerima tobat kita. "Dan, barang siapa yang bertobat dan beramal saleh maka sesungguhnya Allah akan menerima tobatnya." (QS al-Furqaan [25]: 71).
Allahu a'lam.
Sang ibu bertanya-tanya, apakah yang sedang terjadi pada anaknya? Kemudian, ia memanggil sang anak dan bertanya padanya. "Ada apakah denganmu? Apakah engkau melakukan sesuatu yang menyebabkan Allah murka?" tanyanya.
Sang anak menjawab, "Benar ibu, aku telah membunuh satu jiwa." Demi mendengar pengakuan anaknya, sang ibu terperanjat hebat. "Siapakah orang itu wahai anakku? apakah kita bisa meminta maaf kepada keluarganya? Demi Allah, jika mereka tahu bagaimana engkau meratapinya setiap hari pasti mereka mengasihimu."
Dengan tenang dan lembut, sang anak berkata, "Ibu, janganlah engkau bilang kepada siapa pun. Sesungguhnya, aku telah membunuh jiwaku sendiri. Aku telah membunuhnya dengan berbagai dosa."
Anak muda ini kelak akan menjadi bintang gemintang dari generasi tabiin. Ia adalah murid yang paling utama dari Abdullah bin Mas'ud RA. Namanya, Ar-Rabi bin Khutsaim. Ia digelari ahli zuhud yang pendiam dan berilmu.
Petikan kisah dalam Ashrut Tabi'in itu seharusnya menyentak kesadaran kita. Seseorang yang masih sangat muda, sudah sangat paham bagaimana akibat perbuatan dosa yang manusia lakukan. Pada taraf tertentu jika dosa sudah mengunung tanpa kita kikis dengan tobat, mungkin ia sama saja telah membunuh jiwa kita.
Seperti orang yang sudah mati, jiwa kita tak lagi bisa merasa. Tak sanggup lagi mengenali. Mana yang baik dan manakah yang buruk. Jiwa yang mati hanya teronggok tak berdaya untuk mencerna sebuah kebaikan atau bahkan menelan mentah-mentah sebuah kebatilan.
Menumpuknya dosa perlahan membuat jiwa sakit. Jika tak kunjung menadapat obat, ia lama-kelamaan akan sekarat. Tak ada yang lagi berguna jika kemudian ia berujung kematian. Ini sebuah pengingat besar, jangan-jangan kita sudah menganggap sebuah dosa menjadi biasa.
Meninggalkan shalat seolah dianggap sebuah rutinitas, biasa saja. Membantah orang tua seperti pekerjaan harian. Tak ada sesal, mungkin justru terbersit bangga. Berbuat zina kadung dianggap tanda cinta. Alasannya, banyak yang melakukannya. Pria menyukai pria dan wanita berhasrat pada sesama dianggap gaya hidup. Seolah, memperjuangkannya adalah salah satu nilai kepahlawanan.
Kita hidup di dunia yang mulai menganggap dosa sebagai sebuah hal yang biasa. Dianggap biasa karena mungkin tidak ada lagi terminologi dosa dalam kehidupan. Semua hal yang dilakukan sudah bebas nilai. Tak boleh terkekang aturan-aturan agama. Apakah hal seperti ini yang ingin kita perjuangkan?
Apa jadinya jika manusia hidup tanpa aturan? Kerusakan akan merajalela. Bukankah ini yang memang menjadi kekhawatiran para malaikat saat makhluk lemah bernama manusia ditunjuk menjadi khalifah? Fitrah jiwa ingin berada dalam ketentraman. Bagaimana jadinya jika merampas, merampok, memperkosa dibiarkan dengan alasan bebas nilai? Tunggu saja kerusakan besar yang akan segera menyapa.
Lalu, apakah manusia benar-benar harus bebas dari dosa? Tentu saja tidak. Hanya Rasulullah SAW manusia yang terjaga dari kealpaan. Allah SWT menyiapkan ujian dan tentu saja menyiapkan ganjaran. Allah SWT juga menyiapkan mekanisme agar kita bisa mencuci segudang kealpaan yang kita lakukan di masa silam.
Mari kita simak bagaimanakah kasih sayangnya Allah terhadap hambanya yang serius ingin memperbaiki diri. Allah SWT berfirman, "Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri-diri mereka, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya, Allah mengampuni semua dosa, sesungguhnya Dialah Zat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Maka, kembalilah kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datangnya azab kemudian kalian tidak dapat lagi mendapatkan pertolongan." (QS az-Zumar [39]:53-54).
Lihatlah bagaimana Allah SWT justru mengundang orang-orang yang berbuat dosa untuk datang kepada-Nya. Allah SWT membuka pintu maaf seluas-luasnya bagi orang yang ingin kembali. Hal ini berbeda 180 derajat jika kita berbuat kesalahan kepada manusia. Bertemu dengan orang tersebut saja kita merasa malu. Tapi, apa jadinya jika kita berbuat kesalahan, tapi justru disambut dengan hangat oleh orang tersebut?
Begitulah Allah SWT memperlakukan hamba-Nya.Tak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri. Toh, setiap kita yang tampak alim sekali pun pasti tak luput dari setiap dosa-dosa yang terus mengintai. Datanglah kepada Allah dan pasti Allah akan menerima tobat kita. "Dan, barang siapa yang bertobat dan beramal saleh maka sesungguhnya Allah akan menerima tobatnya." (QS al-Furqaan [25]: 71).
Allahu a'lam.
Zina, Jangan Dianggap Dosa Biasa
Sebuah kisah. Tentang para pezina.Berdosa, lalu bertaubat. Bersabar menahan hukuman di dunia. Agar terbebas dari petaka di akhirat.
Namanya Ma’iz bin Malik Al-Aslami. Dia mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk mengakui sebuah dosa besar.
أن ماعز بن مالك الأسلمي أتى رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال يا رسول الله إني قد ظلمت نفسي وزنيت وإني أريد أن تطهرني فرده فلما كان من الغد أتاه فقال يا رسول الله إني قد زنيت فرده الثانية فأرسل رسول الله صلى الله عليه و سلم إلى قومه فقال ( أتعلمون بعقله بأسا تنكرون منه شيئا ؟ ) فقالوا ما نعلمه إلا وفي العقل من صالحينا فيما نرى فأتاه الثالثة فأرسل إليهم أيضا فسأل عنه فأخبروه أنه لا بأس به ولا بعقله فلما كان الرابعة حفر له حفرة ثم أمر به فرجم
“Wahai Rasulullah, sungguh aku telah zalimi diriku sendiri. Aku berzina. Aku ingin engkau bersihkan aku dari dosa ini.”
Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak pinta Ma’iz.
Keesokan hari, Ma’iz kembali datang. Untuk mengakui dosa yang sama, “Wahai Rasulullah, sungguh aku telah berzina.”
Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak untuk kali kedua.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang untuk mendatangi kampungnya Ma’iz. Sang utusan bertanya, “Setahu kalian, apakah dia punya masalah dengan kewarasannya?”
Laporan mereka, “Setahu kami, tidak ada masalah. Setahu kami, dia termasuk orang cerdas di kampung kami.”
Untuk ketiga kalinya, Ma’iz mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maksudnya tetap sama.
Lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali mengirim utusan kepada kaum Ma’iz. Dia menanyakan lagi perihal kesehatan jiwa Ma’iz. Jawaban tetangga Ma’iz tetap sama: semua kondisi Ma’iz normal; tak bermasalah dengan kesehatan jiwanya.
Ketika Ma’iz kembali menghadap untuk pengakuan yang sama, untuk keempat kalinya, akhirnya sebuah lubang digali untuknya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan rajam untuk Ma’iz.
قال فجاءت الغامدية فقالت يا رسول الله إني قد زنيت فطهرني وإنه ردها فلما كان الغد قالت يا رسول الله لم تردني ؟ لعلك أن تردني كما رددت ماعزا فوالله إني لحبلى قال ( إما لا فاذهبي حتى تلدي ) فلما ولدت أتته بالصبي في خرقة قالت هذا قد ولدته قال ( اذهبي فأرضعيه حتى تفطميه ) فلما فطمته أتته بالصبي في يده كسرة خبز فقالت هذا يا نبي الله قد فطمته وقد أكل الطعام فدفع الصبي إلى رجل من المسلمين ثم أمر بها فحفر لها إلى صدرها وأمر الناس فرجموها فيقبل خالد بن الوليد بحجر فرمى رأسها فتنضح الدم على وجه خالد فسبها فسمع نبي الله صلى الله عليه و سلم سبع إياها فقال ( مهلا يا خالد فوالذي نفسي بيده لقد تابت توبة لو تابها صاحب مكس لغفر له )
ثم أمر بها فصلى عليها ودفنت
Setelah kejadian itu, datang pula seorang wanita dari Suku Ghamidi. Membuat pengakuan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, aku sungguh telah berzina. Mohon bantu aku untuk membersihkan diriku dari dosa ini.”
Akan tetapi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak permohonannya.
Esok hari, si wanita datang lagi. Katanya, “Wahai Rasulullah, Anda tidak menolakku permohonanku? Mudah-mudahan Anda akan menolak permohonanku seperti Anda menolak Ma’iz berkali-kali. Demi Allah, sekarang aku sedang hamil.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menanggapi, “Untukmu, tak akan ku tolak berkali-kali seperti Ma’iz. Jadi, datanglah kembali setelah kamu melahirkan.”
Selepas melahirkan, si wanita datang bersama sesosok bayi dalam gendongannya. Katanya, “Ini anakku. Aku sudah melahirkan.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan, “Pulanglah. Susui anak ini sampai kamu menyapihnya.(menghentikan anak menyusu)”
Seselesainya dia sapih (menghentikan anak menyusu), si wanita kembali datang dengan seorang anak kecil yang tengah memegang sepotong roti. Ia berkata, “Wahai Nabi Allah, aku telah menyusuinya hingga aku menyapihnya. Kini ia telah dapat makan sendiri.”
Akhirnya, anak itu diserahkan kepada salah seorang muslim.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan agar sebuah lubang digali hingga mencapai dada si wanita. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan orang-orang untuk berkumpul, dan dirajamlah ia.
Khalid bin Walid kemudian mengambil sebongkah batu lalu melempar kepala si wanita. Darah terciprat ke wajah Khalid, lalu dia mengumpatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar Khalid mengumpat sebanyak tujuh kali, sehingga beliau menasihatnya, “Tenang, Khalid. Demi Dia yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh ia benar-benar telah bertaubat. Andai taubat itu dia gunakan untuk menggantikan taubat seorang pemungut pajak, niscaya dosa si pemungut pajak itu akan diampuni.”
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengangkat jenazah si wanita, menyalatinya, dan menguburkannya.
**
Mereka yang di hatinya masih tersimpan iman,
Mengakui zinanya, lalu bertaubat,
Mengadukan dosanya, lalu meminta dirajam.
Siksa dunia yang semoga tak menyisakan beban akhirat.
Zina, jangan dianggap dosa biasa.
Sungguh ia dosa yang sangat sangat sangat berat.
Bila yang berzina adalah seorang bujang, maka hukumannya adalah cambuk.
Bila yang berzina telah bersuami atau beristri, maka hukumannya adalah rajam.
Jauhilah zina.
Dan tutuplah segala jalan menujunya.
“Ya Allah, mohon lindungi kami dari siksa neraka-Mu. Hanya Engkau satu-satunya penolong kami.”
Sumber: Shahih Muslim (HR. Muslim, no. 1695, riwayat dari Buraidah), Al-Maktabah Asy-Syamilah.
Namanya Ma’iz bin Malik Al-Aslami. Dia mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk mengakui sebuah dosa besar.
أن ماعز بن مالك الأسلمي أتى رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال يا رسول الله إني قد ظلمت نفسي وزنيت وإني أريد أن تطهرني فرده فلما كان من الغد أتاه فقال يا رسول الله إني قد زنيت فرده الثانية فأرسل رسول الله صلى الله عليه و سلم إلى قومه فقال ( أتعلمون بعقله بأسا تنكرون منه شيئا ؟ ) فقالوا ما نعلمه إلا وفي العقل من صالحينا فيما نرى فأتاه الثالثة فأرسل إليهم أيضا فسأل عنه فأخبروه أنه لا بأس به ولا بعقله فلما كان الرابعة حفر له حفرة ثم أمر به فرجم
“Wahai Rasulullah, sungguh aku telah zalimi diriku sendiri. Aku berzina. Aku ingin engkau bersihkan aku dari dosa ini.”
Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak pinta Ma’iz.
Keesokan hari, Ma’iz kembali datang. Untuk mengakui dosa yang sama, “Wahai Rasulullah, sungguh aku telah berzina.”
Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak untuk kali kedua.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang untuk mendatangi kampungnya Ma’iz. Sang utusan bertanya, “Setahu kalian, apakah dia punya masalah dengan kewarasannya?”
Laporan mereka, “Setahu kami, tidak ada masalah. Setahu kami, dia termasuk orang cerdas di kampung kami.”
Untuk ketiga kalinya, Ma’iz mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maksudnya tetap sama.
Lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali mengirim utusan kepada kaum Ma’iz. Dia menanyakan lagi perihal kesehatan jiwa Ma’iz. Jawaban tetangga Ma’iz tetap sama: semua kondisi Ma’iz normal; tak bermasalah dengan kesehatan jiwanya.
Ketika Ma’iz kembali menghadap untuk pengakuan yang sama, untuk keempat kalinya, akhirnya sebuah lubang digali untuknya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan rajam untuk Ma’iz.
قال فجاءت الغامدية فقالت يا رسول الله إني قد زنيت فطهرني وإنه ردها فلما كان الغد قالت يا رسول الله لم تردني ؟ لعلك أن تردني كما رددت ماعزا فوالله إني لحبلى قال ( إما لا فاذهبي حتى تلدي ) فلما ولدت أتته بالصبي في خرقة قالت هذا قد ولدته قال ( اذهبي فأرضعيه حتى تفطميه ) فلما فطمته أتته بالصبي في يده كسرة خبز فقالت هذا يا نبي الله قد فطمته وقد أكل الطعام فدفع الصبي إلى رجل من المسلمين ثم أمر بها فحفر لها إلى صدرها وأمر الناس فرجموها فيقبل خالد بن الوليد بحجر فرمى رأسها فتنضح الدم على وجه خالد فسبها فسمع نبي الله صلى الله عليه و سلم سبع إياها فقال ( مهلا يا خالد فوالذي نفسي بيده لقد تابت توبة لو تابها صاحب مكس لغفر له )
ثم أمر بها فصلى عليها ودفنت
Setelah kejadian itu, datang pula seorang wanita dari Suku Ghamidi. Membuat pengakuan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, aku sungguh telah berzina. Mohon bantu aku untuk membersihkan diriku dari dosa ini.”
Akan tetapi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak permohonannya.
Esok hari, si wanita datang lagi. Katanya, “Wahai Rasulullah, Anda tidak menolakku permohonanku? Mudah-mudahan Anda akan menolak permohonanku seperti Anda menolak Ma’iz berkali-kali. Demi Allah, sekarang aku sedang hamil.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menanggapi, “Untukmu, tak akan ku tolak berkali-kali seperti Ma’iz. Jadi, datanglah kembali setelah kamu melahirkan.”
Selepas melahirkan, si wanita datang bersama sesosok bayi dalam gendongannya. Katanya, “Ini anakku. Aku sudah melahirkan.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan, “Pulanglah. Susui anak ini sampai kamu menyapihnya.(menghentikan anak menyusu)”
Seselesainya dia sapih (menghentikan anak menyusu), si wanita kembali datang dengan seorang anak kecil yang tengah memegang sepotong roti. Ia berkata, “Wahai Nabi Allah, aku telah menyusuinya hingga aku menyapihnya. Kini ia telah dapat makan sendiri.”
Akhirnya, anak itu diserahkan kepada salah seorang muslim.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan agar sebuah lubang digali hingga mencapai dada si wanita. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan orang-orang untuk berkumpul, dan dirajamlah ia.
Khalid bin Walid kemudian mengambil sebongkah batu lalu melempar kepala si wanita. Darah terciprat ke wajah Khalid, lalu dia mengumpatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar Khalid mengumpat sebanyak tujuh kali, sehingga beliau menasihatnya, “Tenang, Khalid. Demi Dia yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh ia benar-benar telah bertaubat. Andai taubat itu dia gunakan untuk menggantikan taubat seorang pemungut pajak, niscaya dosa si pemungut pajak itu akan diampuni.”
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengangkat jenazah si wanita, menyalatinya, dan menguburkannya.
**
Mereka yang di hatinya masih tersimpan iman,
Mengakui zinanya, lalu bertaubat,
Mengadukan dosanya, lalu meminta dirajam.
Siksa dunia yang semoga tak menyisakan beban akhirat.
Zina, jangan dianggap dosa biasa.
Sungguh ia dosa yang sangat sangat sangat berat.
Bila yang berzina adalah seorang bujang, maka hukumannya adalah cambuk.
Bila yang berzina telah bersuami atau beristri, maka hukumannya adalah rajam.
Jauhilah zina.
Dan tutuplah segala jalan menujunya.
“Ya Allah, mohon lindungi kami dari siksa neraka-Mu. Hanya Engkau satu-satunya penolong kami.”
Sumber: Shahih Muslim (HR. Muslim, no. 1695, riwayat dari Buraidah), Al-Maktabah Asy-Syamilah.
Subscribe to:
Posts (Atom)